Kamis, 01 Oktober 2009

Problem, dari Tuhan, Iblis atau kebodohan kita?


Problem, dari Tuhan, Iblis atau kebodohan kita?


Siapa menyukai masalah? Siapa yang mau menyerupai Kristus? Siapa yang mau menjadi dewasa dalam Kristus? Ingat saat anda bersekolah? Apakah keinginan anda naik kelas atau tinggal kelas?

Bahan bacaan: Yak 1:12-15.
Pencobaan diizinkan Tuhan untuk mendewasakan kita dalam Kristus dan menguji kita sudahkah kita menerapkan semua kebenaran yang telah kita dengarkan dan pelajari selama ini. Sangat mudah kita membicarakan tentang mengasihi dan mengampuni namun apakah anda sendiri sudah dapat menerapkannya? Kita mungkin sudah mendengarkan khotbah mengenai hal tersebut namun Tuhan ingin anda menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Problem, dalam bahasa Yunani, adalah Proballein; pro berarti forward/maju, sedang ballein berarti to drive/ to throw (menjalankan/menggerakkan/merangsang/melempar/melepaskan).
1. Pencobaan membuat kita “teguh” dalam Tuhan atau tahan uji. “Emas” semakin dipanaskan semakin murni (menjadi lembek dan mudah dibentuk, emas cair itu nampak transparan)
2. Menerima mahkota kehidupan sebagai upah ketaatan kita pada Firman saat mengalami ujian.

Yak 1:13, mengajarkan bahwa saat berada dalam ujian jangan salahkan Tuhan atau bahkan Iblis.
Yak 1:14, kita dicobai oleh keinginan/kebiasaan kita sendiri.

Apa yang harus kita lakukan saat ada dalam masalah:
- Mendekatlah pada Tuhan sebab Ia mau meberikan kelegaan (Mat 11:28). Jangan lari dari masalah dan menumpahkannya pada hal yang lain. Banyak orang yang bermasalah bikin masalah, contohnya menggosipkan orang lain, belanja tak terkendali, makan tak tahu takaran alias gelojoh, bermalas-malasan berhari-hari, menyalahkan orang lain, dstnya.
- Percayalah dan serahkanlah beban kita seutuhnya pada Tuhan Yesus. Saat kita angkat tangan, Ia akan turun tangan.
- Marilah (Mat 11:28), merupakan kata ajakan. Tuhan tahu saat kita berjalan bersamaNya di muka bumi ini, kita akan mengalami “beban berat” dan Ia mengundang kita untuk datang padaNya tanpa perasaan sungkan/ takut/tidak percaya. Undangan ini bagi semua anak Tuhan yang letih lesu dan berbeban berat. Dia tahu selama kita hidup di muka bumi ini kita akan menghadapi masa-masa sukar. (1 Kor 10:13). Janji Tuhan adalah kelegaan bagi setiap anakNya yang berserah padaNya.

Bagaimana pandangan kita terhadap problem saat ini?

Kita dapat menanggapinya dengan cara Tuhan atau cara sendiri. Ingat peristiwa Daud mengalahkan Goliat? Kebanyakan orang Israel sudah ketakutan menghadapi Goliat, mengapa sebab mereka melihat betapa besarnya Goliat. Namun Daud melihat betapa besarnya Tuhan yang menyertai dia. Hingga dalam kacamata Daud, ia bersyukur Goliat besar sebab tidak mungkin ia akan meleset saat melempar umban.

Dunia menghendaki solusi instant, tapi dalam realita kehidupan tidak ada yang namanya solusi instant. Sebab kehidupan merupakan sebuah proses atau perjalanan…tidak ada short cut/jalan pintas.

Ingatlah senantiasa bahwa:
- Tuhan menggunakan problem berat untuk memperbesar kapasitas iman kita.
- Tuhan mengurapi kita (Yes 61) dan menyertai kita setiap hari.
- Selalu focus pada Tuhan, sebagai sumber kekuatan (Flp 4:13)
- Berbahagialah orang yang bertahan dalam cobaan (Yak 1:12)

Minggu, 06 September 2009

MENGUCAP SYUKUR


MENGUCAP SYUKUR
Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah(1 Tes 5:17)

Ketika acara pergantian tahun berlangsung, begitu banyak orang yang sibuk untuk merayakannya, entah dengan pergi ke suatu acara di hotel berbintang, jalan-jalan ke luar negeri mencari suasana yang lain atau sekedar pada tengah malam ke pusat kota dan berkumpul ramai-ramai dengan penduduk yang lain. Bagi keluarga kami acara tutup tahun kemarin, hanya kami sambut dengan acara sederhana. Acara bakar jagung dan lalu berdoa bersama untuk memasuki tahun yang baru di dalam Tuhan. Mengucap syukur atas penyertaan Tuhan pada tahun sebelumnya dalam kehidupan rumahtangga maupun pelayanan.
Dalam kehidupan yang kita jalani semua orang ingin memperoleh hidup yang nyaman dan selalu berkecukupan. Sayangnya selama kita hidup di muka bumi, entah kita kaya atau miskin, kita pasti menghadapi masalah dalam hidup ini. Suka atau tidak.
Saat kita berkelimpahan harta sangat mudah bagi kita untuk mengucap syukur dan mengatakan bahwa Tuhan Yesus itu baik. Namun ada pula saat dalam hidup ini yang harus kita lalui terkadang terasa berat sekali. Mungkin saat kita menghadapi dukacita, kekurangan, penganiayaan, ditinggal selingkuh oleh pasangan, anak murtad dan hal lainnya.
Hari ini Tuhan mau mengajarkan pada kita untuk senantiasa mengucap syukur dalam segala hal. Bila anda lihat langit, pada saat cuaca cerah di siang hari sangat mudah bagi kita untuk melihat bahwa matahari bersinar di atas sana. Namun saat awan hujan yang hitam dan tebal menutupi langit, kita tidak dapat melihat matahari. Lalu apakah itu berarti matahari tidak ada di sana lagi? Tidak, matahari itu tetap ada di langit, entah cuaca sedang baik atau mendung. Begitu pula Tuhan, entah saat hidup berjalan mulus atau tengah dalam permasalahan yang sepertinya tidak berkeputusan, ingatlah selalu Dia ada di sisimu.
Ucapkanlah syukur senantiasa sebab Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang setia, sekali-kali Ia tidak akan membiarkan dan meninggalkan kita. Itulah janjiNya bagi setiap kita anakNya.

Doa,”Tolong dan ajar kami untuk berhenti mengeluh dan mulai mengucap syukur di dalam segala hal.” Amin

FT: 1 Tes 5:15-18

Minggu, 30 Agustus 2009

LOTION DARI TUHAN


“LOTION DARI TUHAN”

Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpncar kehidupan (Ams 4:23)


Panas terik menyengat siang itu, Ribka tengah menjemur pakaian di halaman belakang. Setelah beberapa saat mencari sandalnya, ia tidak juga dapat menemukannya. Akhirnya ia memutuskan untuk tetap menjemur pakaian walaupun tanpa alas kaki. Saat ia menginjak lantai semen itu, ia mulai berteriak-teriak sebab ternyata lantai tersebut menyerap panas sinar matahari. Pertama-tama, ia nampak tersiksa namun dengan kebulatan tekad akhirnya ia dapat menyelesaikan tugasnya. Setelah menjemur semua pakaian, ia merasa seluruh bagian telapak kakinya sakit dan nampak kemerah-merahan. Itu merupakan pengalaman pertamanya berjalan tanpa alas kaki di siang bolong. Lama kelamaan Ribka mulai terbiasa untuk berjalan tanpa alas kaki di siang hari, kulit telapak kakinya menjadi keras dan pecah-pecah di beberapa bagian. Sampai suatu hari Mama menegurnya,” Ribka, kamu anak gadis masa sih, kakimu rusak-rusak?” Lalu Mama memberikan ia lotion,” Pakai lotion ini ya, Ribka. Agar kakimu tidak menjadi keras dan pecah-pecah.” Setelah beberapa saat, Ribka dengan rajin menggunakan lotion tersebut untuk kakinya, dan dapat ditebak kakinya kembali lembut dan tidak pecah-pecah lagi. Kini ia sadar pentingnya menggunakan alas kaki agar kakinya dapat tetap terpelihara dengan baik.
Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari peristiwa di atas? Dalam kehidupan kita sebagai anak Tuhan seringkali tanpa sadar kasih kita padaNya menjadi dingin. Mengapa hal itu dapat terjadi? Sebab kita tidak menjaga hati kita. Permasalahan dapat datang silih berganti dalam hidup kita. Seringkali kita melihat suatu masalah sebagai kutuk dan bukan berkat dari Tuhan. Hingga tiap kali masalah datang, hati kita penuh dengan keluhan, ketidakpercayaan dan bahkan kemarahan. Akhirnya hati kita menjadi keras, pahit dan timbul dosa dalam diri kita.
Di hari yang baru ini kita mau melihat masalah ini dari sudut yang lain. Lihatlah masalah dalam hidup sebagai bara api dari Tuhan untuk memurnikan diri kita menjadi segambar dengan Kristus. Izinkan Roh Kudus pada saat ini melembutkan hatimu yang keras, darah Kristus menyucikanmu lagi dari segala dosa dan jagailah dirimu dengan menjadi pelaku Firman Tuhan. Sebab Firman Tuhan merupakan lentera bagi jiwamu saat jalan dihadapanmu gelap.

Doa: TUhan, lembutkanlah hatiku yang keras oleh pergumulan dalam dunia ini. Jadikan hatiku lembut kembali dan berikan padaku roh yang penurut padaMU. Amien

FT: Amsal 4:20-27

Kamis, 27 Agustus 2009

TUHAN MEMAKAI SIAPA SAJA YANG MAU


TUHAN MEMAKAI SIAPA SAJA YANG MAU

1.Penciptaan manusia
Manusia = pria dan wanita diciptakan segambar dengan Tuhan. Dosa merasuki manusia (Rm 3:9-20, Rm 7). Ada sebuah buku yang terbit mengenai kumpulan surat berisi doa dan kegalauan Bunda Teresa.
2.Hanya dalam Kristus (2 Kor 5:15-17, Gal 2:19-20) kita dapat jadi ciptaan baru. Dimana roh dan jiwa kita diperbaharui.
3.Persembahkan hidupmu (Rm 12:1,2; 1 Kor 6:11.19-20);
You are the church
Pembaharuan dalam pikiran melalui hikmat dari Tuhan (disiplin meditasi Firman)
Perubahan paradigma itu mutlak, pola pikiran kristus mutlak menjadi pol pikir kita.

4.IKuti tuntunan Roh Kudus senantiasa (Gal 2:19-20, Kis 1:8). Roh Kudus menuntun kita untuk menjadi saksi Kristus. Saksi = martur atau martir. Tuhan meberikan Amanat Agung pada kita.

Tuhan mau memakai siapa saja tua, muda, anak di luar nikah (Tuhan Yesus), atau anak pelacur (Yefta).
Tua, Musa berusia 80 tahun saat Tuhan panggil menjadi pembebas bangsa Israel.
Muda, Daud, diurapi sebagai raja kala berusia 16 tahun

Ia mencari orang yang bersedia Yes 6:8

Selasa, 18 Agustus 2009

UCAPAN SYUKUR SEBAGAI BAGIAN HIDUP


UCAPAN SYUKUR SEBAGAI BAGIAN HIDUP

Bacaan Firman Tuhan: 1 Tes 5:18

a. Mengucap syukur dalam segala hal.
1. Mudah bagi kita mengucapkan syukur kala semua berjalan lancar dalam kehidupan kita.
2. Yang membedakan “orang percaya” sebagai terang dan garam dunia (Mat 5:13-16) dengan orang dunia adalah orang Kristen mengucap syukur dalam segala keadaan (Mat 5:43-48). Tekanan pada ayat 48.

b. Itu yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagimu
1. Itu yang Tuhan kehendaki, menjadikan ucapan syukur sebagai bagian hidup dan bukan sekedar “lips service” (Puji Tuhan dari dasar hati & bukan sekedar kata-kata yang keluar sebab sekarang beragama Kristen)
2. Dapatkah kita atau mampukah kita untuk memiliki hidup yang penuh ucapan syukur? Ya.
- Sadari selama hidup di dunia, kita akan hadapi yang namanya masalah. Sebab sejak kita jadikan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita menjadi musuh dunia (Yoh 15:18).
- Lihat masalah dari “kacamata positif” dan hadapi problem tersebut (Yesus penuh Roh Kudus dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun, Luk 4:1, mengalami ujian setelah puasa 40 hari)
- Makin dewasa dan bertumbuh dalam Tuhan (Yesus berjalan dalam kuasa Roh (Luk 4:14, 1 Kor 10:13, Ibr 2:18)

Mulai hari ini, apa pun yang terjadi dalam hidup kita, UCAPKANLAH SYUKUR!

- Ucapkanlah syukur untuk segala hal dalam hidup kita.
- Belajar untuk peka, apa yang Tuhan mau sampaikan pada saat sukses dan gagal, sebab itu semua merupakan sebuah proses pembelajaran dalam kehidupan.
- Maju selangkah dalam pimpinan Tuhan sebagai anak Allah.

Kamis, 13 Agustus 2009

JANGAN SUKA MEREMEHKAN ORANG



JANGAN SUKA MEREMEHKAN ORANG

Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, kamu berbuat baik (Yakobus 2:8b)

Minggu sore itu kurang bersahabat, hujan lebat mengguyur kota. Orang-orang yang pergi ke gereja berlarian secepatnya akibat hujan yang datang tiba-tiba. Saat bersamaan ada sebuah mobil mewah yang meluncur di halaman gereja nampak Bapak Pendeta yang ada di muka pintu tengah menyalami jemaat, bergegas mengambil payung dan berlari ke tempat parkir menyambut kedatangan jemaatnya yang kaya itu. Dengan lagak “boss”, orang itu dipayungi oleh Bapak Pendeta sampai ke gedung ibadah. Beberapa jemaat yang menyaksikan hal itu hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala. Salah satu berkomentar,”Wah, kalau yang pakai mobil mewah, service-nya lebih daripada yang pakai angkot.” Jemaat lain menimpali,”Iyalah, kalau Pendeta kita tidak baik-baik sama dia, bisa-bisa dia kabur ke gereja lain dan gereja kita tidak ada donator tetap lagi.” Yang lain lagi bersuara,”Jadi sebenarnya siapa sih pemimpin di gereja ini, dia atau Pak Pendeta?”
Ironis tetapi itulah yang terjadi di tengah masyarakat kita. Kadang orang bisa berubah sifat dan sikapnya saat ia memiliki sebuah jabatan penting atau memiliki harta melimpah. Bahkan tanpa sadar harta dan jabatan dapat merubah diri kita. Bukankah Tuhan Yesus sudah memperingatkan, bahwa kita tidak dapat melayani dua tuan, Tuhan dan Mamon. Bila saat ini kita memiliki kedudukan yang baik dalam masyarakat dan harta yang melimpah, tentu bukan untuk dinikmati sendiri apalagi dihambur-hamburkan untuk menikmati dosa yang ditawarkan dunia. Tuhan menghendaki kita untuk mempermuliakan Dia melalui kedudukan dan harta yang Ia percayakan pada kita. Tanpa kasih karunia dan anugerahNya kita tidak akan dapat berhasil dalam apapun yang kita kerjakan. Oleh sebab itu janganlah kita menjadi sombong dan meremehkan orang lain.
Untuk dapat menjadi seorang yang berhasil dan sukses, ia harus memulainya dari satu titik awal. Kini mungkin anda sudah berhasil, bila anda melihat orang lain yang tengah berusaha untuk maju, jangan remehkan namun beri motivasi agar ia berhasil juga. Saat kini anda memiliki harta melimpah bantulah saudaramu, jangan justru coba mengendalikan hidup mereka dengan apa yang kau miliki.
Jangan kita meremehkan seorangpun sebab Tuhan menciptakan setiap orang secara unik dan Ia memerintahkan kita agar saling mengasihi.

Doa: Tuhan, bila kami telah menjadi sombong dan kurang kasih pada sesama kami ampunilah segala kesalahan kami itu. Amien.

FT: Yakobus 2:5-13

Rabu, 05 Agustus 2009

Keintiman dengan Tuhan


INTIMACY WITH GOD

Tuhan menciptakan segala sesuatu terlebih dulu, baru Ia ciptakan manusia dihari terakhir (Kej 1:1-2:3)
Tuhan lalu memberi sebuah tugas yang menjadi destiny/tujuan dalam hidup manusia (Kej 1:28, 2:15)
Tuhan memprakarsai hubungan (Kej 1:28, 2:8, 2:15,18)

Saat dosa memutuskan hubungan atau ketika “ego” ingin jadi “tuhan” bagi diri kita sendiri maka:
- Tuhan bertindak dengan memprakarsai rekonsiliasi (Kej 3:8-9, Yoh 3:16)
- Dosa menghambat hubungan (Mzm 24:3-4)
- Tuhan membuka jalan melalui kematianNya (Ibr 10:19-20)
- Ia ingin kita selalu dekat denganNya (Luk 15:11-32, Rm 8:15, Gal 3:26)

Hari ini Ia mengundang kita untuk datang dalam hadiratNya lagi:
Dalam hadirat Tuhan ada (Mzm 73:17a, 21-25)
• Kemerdekaan dari keegoisan
• Janji Tuhan
• Nasehat Tuhan
• Tuntunan Tuhan
• Yesus sebagai Tuhan dan Raja atas hidup kita kembali

Selasa, 04 Agustus 2009

ISTRI PENOLONG ATAU PERONGRONG?


ISTRI PENOLONG ATAU PERONGRONG?

- Rancangan Tuhan khusus bagi wanita sebagai penolong yang sepadan bagi pria (Kej 2:18). Tuhan melihat bahwa kaum pria membutuhkan partner dalam mengarungi kehidupan dan mencapai visi dari Tuhan.
- Seperti apakah istri yang takut akan Tuhan? Seorang wanita yang cinta Tuhan pasti bertumbuh di dalam Tuhan. Seorang yang cinta Tuhan pasti mengasihi pasangan hidupnya. Ia menghargai suaminya sekalipun mungkin jauh lebih terpandang (Hak 4:4, kehidupan Debora sebagai hakim bagi Israel namun juga istri dari Lapidot).
- Karakteristik istri yang takut akan Tuhan/penolong, ada dalam 1 Ptr 3:1-7, Ef 5:21-33, Kol 3:18.
- Bagaimana bila suami atau pasangan kita belum Kristen atau bertobat? Tetaplah berdoa ( 1 Tes 5:16-18, Yak 5:16-18) dan jadilah teladan (1 Tim 4:12, 2 Tim 1:5)
- Seperti apakah istri perongrong? Contoh yang jelas adalah Izebel, penyembah berhala.1 Raj 16:31-33. Ia mempengaruhi suami untuk menjadi seorang penyembah berhala pula. Delila, menjadi “kekasih” yang memiliki agenda pribadi demi keuntungan pribadi, dengan kemampuan merayu dan mengintimidasi Simson. Hak 16:4-22 (perhatikan ayat 7,11, 13 dan 16)
- Penyembah berhala (Ef 5:3-5), juga berbicara mengenai:
• Orang sundal (dosa seks), Ams 7:10, Ibr 13:4
• Orang cemar (kata-kata fitnah/gossip), Yes 59:3, Mat 1:19
• Orang serakah (cinta akan uang), 1 Tim 6:6-10

Selasa, 28 Juli 2009

Why God Doesn’t Care if You’re Happy


Why God Doesn’t Care if You’re Happy

By Joseph Mattera www.josephmattera.org


It is evident there are many people in the Body of Christ who attempt to integrate their Christian faith with the pursuit of happiness. Some have even gone so far as to have a theology of happiness in which they obey or disobey Scripture based on what gives them the most happiness. Several years ago a prominent pastor in New York City divorced his wife and married someone else in his church because, he said, “God wants me happy!”
In examining this subject I believe the reason for this belief is most likely a confusion of the concepts of joy and happiness. Joy is an inward sense of peace, contentment, and even ecstasy due to our righteous standing in Christ and fellowship with the Holy Spirit. This state of joy should be present in all believers in spite of the circumstances or challenges one might be facing. Joy is a supernatural experience that cannot be explained outside of a supernatural act of God. As the song writer said, “The world didn’t give us joy so the world can’t take it away!” Jesus told His disciples that He spoke His words to them so that His joy would be in them and their joy would be full (John 15:11). It was for this reason that Paul told us to “rejoice always” (1 Thessalonians 5:16); even in his sorrow he was able to rejoice (2 Corinthians 6:10). Also, Nehemiah 8:10 teaches us that “the joy of the Lord is our strength.”
On the other hand, happiness is based on what “happens” to us. Thus, it is merely an emotionally good feeling when things go according to our desires. The fact that many Christians live their lives based on the pursuit of happiness instead of cultivating the joy of the Lord in obedience to God and faith in the blood of Christ is an indictment of the shallow theology in our midst. This shallow theology has succumbed to the worldly ideal that equates success with material prosperity, comfort, and the ability to live a life of ease. As a minister for almost 30 years I can’t count how many so-called disciples of Christ have uprooted their families from our church and moved to another state merely for economic leverage or to escape the winter season--all without hearing from God or first researching where their family can find a good church. Obviously, they were more led by a belief system based on the pursuit of happiness rather than pursuing the mind of Christ for their God-given purpose. (Of course, it goes without saying that most of these people either fell away or never maximized their purpose in Christ.)
As a follower of Christ for 31 years, I would say that maybe more than half of the things I am called to do are very difficult--things that don’t make me happy. Things like paying close attention to details, endless meetings, conflict resolution between leaders, dealing with tragedies in families, financial challenges, persevering in the ministry in spite of discouragement, and, hardest of all, the continuing challenge of dying to self and putting on the Lord Jesus Christ instead of choosing immediate pleasure and taking the easy roads presented in life. When Jesus told His disciples that He must suffer many things and spoke of His pending death and resurrection, Peter began to rebuke Jesus. (Perhaps Peter equated God’s will with happiness at this stage of his development in Christ.) Jesus’ response was so sharply opposed to Peter’s perspective that He called him Satan (Mark 8:31-33)! Jesus then used this interface with Peter to teach His disciples that following God involves taking up their crosses. Following God involves suffering, not just happiness. Those who use happiness as the greatest gauge to tell if they are in the will of God have totally missed it! The greatest gauge for a believer’s success in life is obedience to the revealed with of God, not fleeting emotional sensations that accompany happiness.
Finally, Paul the apostle said he was delivered from the “mouth of the lion” (Satan) when he stood defending the faith before Caesar. He then said he knew the Lord would deliver him from every evil attack, in spite of noting in this same passage his imminent martyrdom for the faith (2 Timothy 4:6-18). How could Paul, in the same sentence, say that both God would deliver him from every evil attack (verse 18) and yet also that his life would soon be taken (verse 6)? Because he knew that all of the evil satanic attacks against him were meant to stop him from obeying the Lord; it had nothing to do with happiness or living a long, comfort-filled life without conflict or pain.
May God deliver us from the false notion pervading the church that happiness is equal to godliness!

Kamis, 09 Juli 2009

P A Haleluya


P.A. HALELUYA

VISI: “DIPANGGIL, TERTANAM, BERTUMBUH, BERBUAH & BERDAMPAK”

MISI:
1. Mengenali tujuan dan panggilan hidup dalam Kristus (Yoh 15:16)
2. Bersama-sama menjadi murid Kristus & keluarga di dalam Allah (Kis 2:41-47)
3. Menjadi pelaku Firman Tuhan (Mat 7:24-27, Yak 1:22-27)
4. Memuridkan &m emobilisasi setiap orang percaya memenuhi Amanat Agung (Mat 28:18-20)
5. Menjadi terang dan garam dunia (Mat 3:13-16, Mat 25:35-40)

STRATEGI:
1. Pengajaran, diskusi dan khotbah yang sistematis & memiliki sasaran.
2. Caring group, kelompok aktivis yang perduli pada sesama dan memiliki panggilan pastoral untuk mempersatukan dan mengakrabkan para orangtua murid TKK-SDK-SMPK Baptis Bandung sebagai keluarga di dalam Tuhan.
3. Melakukan pelayanan kasih dan missi ke panti asuhan, panti werda, tuna wisma dan lain-lain tempat.
4. Berdoa syafaat bagi mereka yang memiliki masalah maupun bagi mereka yang masih terhilang/kota/bangsa-bangsa.


HALELUYA (PUJILAH TUHAN)

“Hallelu-yah” dalam bahasa Ibrani berarti “Pujilah Yah(Yahweh)”. Kata ini muncul dalam kitab Mazmur sebanyak 24 kali. Kata ini menjadi sebutan baku untuk memuji Tuhan dalam kebaktian di Bait Allah sesudah masa pembuangan dari Babel.
Mengapa kita perlu memuji Yahweh atau Tuhan kita? :
- Karena kebesaranNya dalam segala ciptaanNya (Mzm 104:1-35)
- Karena segala perbuatanNya di masa lalu (Mzm 105:1-45)
- Karena kasih setia Allah (Mzm 106:1-48, 117:1-2)
- Karena kebajikan Allah (Mzm 111:1-10)
- Karena kemuliaan hanya bagi Allah (Mzm 115:1-18)
- Karena kita diluputkan dari belenggu maut (Mzm 116:1-19)
- Karena hanya Tuhan yang patut dipuji (Mzm 135:1-21)
- Karena hanya Allah satu-satunya penolong (Mzm 146:1-10)
- Karena kekuasaan dan kemurahan datang dari Tuhan (Mzm 147:1-20)
- Karena langit & bumi [segala ciptaan], memuji Tuhan (Mzm 148:1-14)
- Karena kemenangan bagi orang percaya [Israel rohani] (Mzm 149:1-9)

Orang yang suka memuji Tuhan, ia memiliki kualitas:
1. Mzm 112:1a, takut akan Tuhan (Mzm 1:1-3). Saul takut pada manusia (1 Sam 15:24, 13:1-22)
2. Mzm 112:1b, mentaati segala perintahNYa (Yoh 14:15-16)
3. Mzm 112:4a, menjadi terang dan garam dunia (Mat 5:13-16)
4. Mzm 112:4b dan 9, ia seorang yang pengasih, penyayang dan adil (1 Yoh 4:7-21, Yoh 13:34-35)
5. Mzm 112:5, ia berbelas kasihan dan suka memberi (Mat 25:34-40)
6. Mzm 112:6-8, Tidak mudah goyah, tidak takut pada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan pada Tuhan (Mat 6:25-34)
7. Mzm 112:10, Dibenci orang fasik/munafik/agamawi (Yesus vs Orang Farisi)
8. Mzm 113:7-9, Rendah hati, bukan rendah diri apalagi tinggi hati.

BIla kita mengejar kualitas atau standar Tuhan maka:
a. Mzm 112:2, anak cucu kita akan perkasa di bumi dan jadi berkat bagi angkatan orang benar atau saudara seiman.
b. Mzm 112:3, harta kekayaan lahiriah batiniah diberikan untuk berbuat kebajikan (ingat bukan untuk dihabiskan sendiri).
c. Mzm 113:1-6, oleh perbuatan orang benar/kita, nama Tuhan ditinggikan. (sekali-kali bukan nama kita)
d. Mzm 113:7-9, promosi datang dari Tuhan, bukan upaya manusia.

Rabu, 01 Juli 2009

“AH…HANYA LUKA KECIL!”

“AH…HANYA LUKA KECIL!”

“Jangan menjauh…dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar pahit…”(Ibrani 12:15)

Beberapa bulan lalu, saat kutengah makan di sebuah restoran, sikut tanganku bersinggungan dengan tembok yang kasar hingga terkelupaslah kulit tanganku di bagian sikut. Ada luka di situ namun saat kuamati, aku berbicara dalam hatiku,”Ah..hanya luka kecil.” Aku acuh saja dengan luka tersebut dan tidak segera mengobatinya.

Keesokan harinya, aku terkejut sebab ternyata luka itu bernanah,”Sangat menjijikkan.” Dibutuhkan waktu 3 minggu hingga luka tersebut sembuh, seandainya aku bertindak dan tidak meremehkan luka kecil tersebut, aku tidak perlu menanggung rasa nyeri akibat infeksi yang terjadi.

Berapa banyak pula di antara kita yang meremehkan luka-luka di dalam hati kita? Saat seseorang menyakiti kita dan kita berkata,”Ah..engga apa-apa, aku hanya tersinggung sedikit.” Kita biarkan luka kecil itu bersarang di dalam hati. Sadar atau tidak, luka yang dibiarkan dalam hati akan meluas dan lalu meracuni hidup kita. Hingga kita menjadi seorang yang pahit hati terhadap sesama.

Bagaimana kondisimu hari ini? Masih adakah “luka-luka kecil” dalam hatimu? Ayo, jangan biarkan luka itu menyiksamu, cepat serahkan pada Tuhan. Bila kita tidak serahkan, luka itu dapat menjadi akar pahit dalam dirimu. Bila luka tersebut sudah berakar dalam dirimu maka penanganannya pun akan jadi lebih menyakitkan. Seandainya luka kecil itu sudah bersarang dalam hatimu, jangan ragu, datang pada Tuhan sebab tidak ada kata terlambat dan mustahil di hadapan Tuhan.

Doa: Tuhan Yesus, di hari yang baru ini kubawa tiap luka yang menyayat kalbuku, aku tidak mau hidup dalam kepahitan, aku mengampuni mereka yang telah melukaiku dan memberkati mereka. Amien

Firman Tuhan: 1 Yoh 4:15-21

Rabu, 20 Mei 2009

JANGAN....BANG


JANGAN….BANG


Tuhan, Allahku, kepadaMU aku berteriak minta tolong, dan Engkau telah menyembuhkan aku (Mazmur 30:3)


Liburan panjang sekolah merupakan saat yang menyenangkan bagi setiap pelajar. Juga bagiku saat itu, rencana liburan ke rumah saudara sepupuku di luar pulau terbayang akan menjadi hari-hari yang menyenangkan. Bermain dan berlarian di pantai yang berpemandangan indah, ombak putih yang belum tercemar sampah dan polusi lainnya. Berfoto-foto ria dengan saudara-saudaraku, pasti akan menjadi liburan yang penuh kenangan indah.

Acara liburan itu diawali sesuai dengan rencanaku, sampai suatu malam saat kutertidur akibat keletihan seharian bermain di pantai. Kurasakan ada tangan yang menggerayangi tubuhku, apa yang terjadi? Kulihat salah seorang sepupu laki-lakiku, melakukan hal yang tidak senonoh padaku. Ingin rasanya kuberteriak,”Jangan Bang!” Namun mulutku seperti terkunci, dan di tengah kegelapan malam itu, aku menangis dan terluka dalam batin. Liburanku berantakan dan aku telah dilecehkan saudaraku sendiri. Sejak kejadian itu aku menjadi seorang yang tertutup, kehilangan keceriaan dan membenci pria.

Tanpa tersadar luka dalam batin, mempengaruhi hubunganku dengan Tuhan. Sulit rasanya berseru pada Tuhan sebagai Bapa. Saat aku terluka dan sulit mengampuni pria, Tuhan mengintervensi hidupku dan menyatakan kasihNya dalam sebuah acara doa. Di situlah aku dilawat dan tersadar bahwa aku harus melepaskan pengampunan pada saudaraku itu dan tidak semua pria seperti itu. Malam itu, aku berseru pada Tuhan,” Bapa, aku mengampuni saudaraku itu, sanggupkan aku ya Tuhan untuk mengampuni dengan tulus. Ini tiap luka yang ada dalam hatiku kuserahkan padaMu dan sembuhkanlah.” Setelah berdoa, ada kelegaan besar, rasanya beban berat yang selama ini ada dalam diriku terangkat.

Anda pernah mengalami pelecehan entah secara fisik atau verbal? Datanglah pada Tuhan sebab hanya Dia yang sanggup memulihkanmu.


Doa: Tuhan, hari ini aku mengampuni orang yang telah melecehkanku. Pulihkanku dari tiap luka yang ada dalam hatiku. Amien.


FT: Mazmur 62:6-9



Senin, 16 Maret 2009

NAMAKU NOVIE


NAMAKU NOVIE


Hai namaku, Novie Durant. Aku lahir di pulau Sumatera 31 tahun yang lalu. Kurasa semua orang mendambakan untuk terlahir di dalam sebuah keluarga yang bahagia dan sempurna. Namun pada kenyataannya tidak semua keluarga hidup bahagia. Sebab kehidupan adalah kenyataan dan bukanlah cerita dongeng. Kuingin membagikan kisah hidupku yang penuh liku dan kerikil tajam.

Aku dibesarkan dalam sebuah keluarga pelaut. Pada saat aku lahir, papa tidak ada sebab sedang berlayar. Saat aku beranjak mencapai usia 2 tahun, papa baru pulang untuk melihat putri pertamanya. Sangat kurindukan pelukan dan perhatian dari seorang ayah yang penuh kasih, namun hal itu tidak pernah kudapatkan sebab ia harus berlayar ke negeri seberang. Hingga hubungan kami renggang, ia pun mengalami kesulitan di dalam berkomunikasi baik dengan diriku maupun adik lelakiku. Sebagaimana kebanyakan pelaut lainnya, ayahku memiliki kebiasaan buruk yang sama yaitu bermabuk-mabukkan.

Aku sering mengalami ketakutan bila melihat papa sedang mabuk, terlebih bila ia sedang marah. Tanpa sadar itu sangat melukai diriku dan merusak figur seorang pria secara keseluruhan di mataku.

Saat papa berlayar, keadaan ekonomi kami sangat baik. Kami biasa menolong keluarga dalam hal pendidikan dan usaha mereka maupun tetangga di lingkungan kami tinggal. Aku biasa mengenakan pakaian baru setiap kali papa pulang berlayar dari luar negeri. Sudah tradisi setiap akhir pekan kami akan pergi makan bersama di restoran. Kehidupan yang layak dan mapan telah kami jalani. Sampai suatu hari papa dijebak oleh salah seorang rekannya hingga ia sangat terpukul oleh peristiwa itu. Papaku dituduh sebagai penyelundup barang import. Papa dan mami meninggalkan kami ke Pulau Jawa. Sedang aku dan adik tetap tinggal di kota kelahiran. Kami dibesarkan di rumah keluarga mami. Dari keadaan ekonomi yang berlimpah-limpah, kini kami harus tinggal di rumah saudara. Demi sekolah dan kebutuhan sehari-hari, kami harus bekerja membereskan rumah dan aku memberikan les pada anak-anak di lingkungan kami tinggal untuk uang tambahan. Harga diri kami tercabik-cabik, keputusasaan, ketakutan, kecemasan dan kekuatiran menguasai pikiran dan hati. Terlebih saat aku mengalami pelecehan seksual, kebencian dan perasaan tidak percaya pada kaum pria bertambah besar.

Adakah masa depan bagi kami? Mengapa orang-orang yang dahulu papa dan mami bantu malah mencibir kami? Sia-siakah perhatian dan pertolongan keluarga kami dulu? Tidak adakah orang yang mengingat kebaikan yang telah keluargaku tabur? Aku sangat terluka saat itu, seolah-olah harga diriku runtuh. Dulu aku biasa mentraktir teman-temanku, kini aku ditraktir oleh mereka. Rasanya aneh dan sulit rasanya menerima keadaan ini. Namun itulah kehidupan yang harus aku lalui, berat dan perih tapi inilah jalan yang harus kulalui. Ketika sahabat-sahabatku terlibat pergaulan seks bebas dan bermabuk-mabukkan, aku tetap berpegang pada prinsip hidup yang kupercayai, yaitu aku tidak mau merusak diriku. Prestasi belajar di sekolah pun aku pertahankan,ketika anak lain yang frustasi membolos sekolah, aku tetap berprestasi dalam pendidikan. Orang-orang mengatakan,” Lihat si Novie, paling-paling sebentar lagi akan rusak sebab Papanya saja seperti itu.” Sudah cukup orang mencibir papa dan mami, aku ingin membuktikan bahwa keluarga kami tidak seperti itu.

Saat kuberanjak SMA, aku pindah ke Jakarta dan untuk pertama kalinya bersatu kembali dengan Papa dan Mami. Semenjak peristiwa yang menimpa Papa di Belawan, ia sulit untuk dapat bangkit kembali baik dalam pekerjaan dan usaha. Rasa kecewa dan terluka akibat dikhianati teman baiknya menyelimuti relung hatinya, yang membuat ia makin terbelenggu dalam kebiasaan buruknya bermabuk-mabukkan. Hingga ia sulit untuk dapat menjadi produktif lagi. Kulihat Mami dalam kondisi yang sulit sekali pun, ia tetap setia mendampingi Papa dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

Aku pindah ke Jakarta sebab salah seorang tanteku mengatakan bahwa aku akan dibiayai olehnya selama mengikuti pendidikan. Memang hal itu terjadi sampai aku duduk di bangku kelas 3 SMA, dimana ia menolak untuk membiayaiku. Aku tidak mampu membeli buku sekolah dan bila hendak ulangan terpaksa belajar di rumah teman agar dapat mempelajari bahan ulangan besok. Sedih sekali rasanya hidup yang harus kulalui ini, aku sangat iri melihat teman-teman hidup dalam keluarga yang bahagia dan berkecukupan. Aku kadang merasa marah melihat anak-anak yang memiliki orangtua yang mapan namun tidak pernah serius belajar dan hanya hidup hura-hura. Meski hidup-ku sulit dan godaan teman-teman untuk “rusak” di ibukota sebagai jalan keluar cepat mencari uang ada di depan mata namun aku menolaknya, sebab aku ingin membuktikan bahwa aku dapat hidup lurus dan menjadi kebanggaan bagi keluarga-ku. Pada akhirnya aku dapat lulus SMA meski kondisi kami sulit saat itu. Namun tante-ku yang berjanji membiayai studiku menolak untuk membayar SPP-ku selama setahun dan menyuruh Papa untuk membayar semua biaya tersebut. Padahal saat itu, ia tahu bahwa Papa belum memiliki pekerjaan tetap dan bekerja serabutan. Walhasil, aku lulus SMA tapi tidak memiliki ijazah dan pupus sudah cita-citaku untuk kuliah psikologi dan mendalami pendidikan anak. Semuanya seolah hanya impian di siang bolong saja. Sempat aku kecewa dan marah pada sikap tante-ku, dulu sebelum mereka berhasil dan sukses, Papa membiayai hidup mereka bahkan membiayai kuliah om-ku. Kini ketika kami butuh pertolongan, mereka seolah melihat kami ini pengemis saja. Semudah itukah manusia lupa?

Akhirnya kami mengadu nasib di kota Pahlawan, Surabaya. Setelah sebelumnya Papa menjemput adik-ku di Sumatera, akhirnya kami bersatu kembali sebagai keluarga yang utuh meski dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu. Di kota Surabaya, kami berempat kost di sebuah kamar berukuran 3 x 3, di sebuah daerah perumahan padat dekat pelabuhan Perak. Meski kondisi ekonomi tidak kunjung membaik namun paling tidak di sini papa dan adik-ku mendapatkan pekerjaan sebagai pelaut kembali. Di daerah baru ini aku memiliki dua orang teman baik, mereka berdua acap kali mengajak-ku untuk mengikuti sebuah persekutuan doa, Youth Christian Center. Pada mulanya aku tidak tertarik dan acap kali sakit bila hendak pergi namun karena terus menerus mereka mengajak, akhirnya hatiku luluh dan mengikuti ibadah di sana. Saat itulah aku mulai dijamah oleh Tuhan, hatiku yang selama ini keras oleh tempaan hidup dan terluka sangat dalam mulai dipulihkan oleh Bapa Surgawi yang penuh kasih. Sedikit demi sedikit kekerasan hati dan luka-luka mulai disingkapkan dan dipulihkan. Persekutuan yang erat dan perhatian yang tulus kurasakan dalam komunitas itu. Aku merasa berharga dan dapat menjadi diriku sendiri tanpa dihakimi, dalam persekutuan inilah kurasakan apa yang dinamakan keluarga dalam Kristus yang sebenarnya. Dalam persekutuan itulah awal aku mengalami Kristus dan lahir baru.

Saat itulah aku mengalami kelepasan dari belenggu kutuk nenek moyang. Ini merupakan kesaksianku yang lain. Saat aku lahir, orang percaya bahwa aku memiliki keistimewaan sebab saat lahir sudah tumbuh dua gigi seri. Dari latar belakang papa yang mempercayai kuasa gelap dan juga nenek moyang mami yang terlibat okultisme membuat mereka mempercayai hal tersebut. Konon nenek moyang Mami merupakan “orang pintar” pada masa Sisingamangaraja. Sejak kecil aku sudah dapat melihat roh-roh jahat dan berkomunikasi dengan mereka. Keluargaku menganggap bahwa hal itu adalah anugerah dari Tuhan untuk menolong orang lain dan mengetahui masa depan. Ada anggota keluargaku yang membawa aku ke tempat beberapa paranormal, untuk meyakinkan keluarga dan diriku bahwa aku memiliki “kelebihan”. Aku tidak pernah mencari ilmu seperti paranormal pada umumnya namun roh-roh jahat itu datang, berkomunikasi dan membuat perjanjian denganku. Melalui kuasa roh-roh itu, aku dapat menyembuh mereka yang sakit, mencari barang yang hilang, menjadi medium, meramalkan masa depan, dan lain-lain. Namun setiap kali aku menjadi “alat” mereka, aku langsung sakit sesudahnya. Ada rasa takut juga dalam diriku, sebab tiap kali aku marah terhadap seseorang, pasti orang tersebut jatuh sakit atau bila ada orang yang telah kulayani ingkar janji padaku maka orang tersebut mengalami bencana.

Dalam persekutuan doa itulah Tuhan mulai menjamah, menyadarkan dan memerdekakan aku dari setiap belenggu dosa nenek moyang dan dilayani kelepasan. Aku sadar bahwa ini merupakan dosa nenek moyang, yang perlu aku akui dihadapan Tuhan meminta ampun atas apa yang telah dilakukan oleh nenek moyangku dan memutuskan rantai perhambaan itu selamanya.

Dari Persekutuan ini akhirnya aku diutus untuk mengikuti pendidikan PLHK di Bali Bible Training Center yang memperlengkapi aku lebih lagi dalam pengenalan akan Tuhan dan pekerjaan Tuhan.

Hati-ku sempat tertutup bagi pria sebab aku mengalami trauma terhadap sikap Papa yang kaku selama ini dan kebiasaan buruknya, plus pengalaman mengalami pelecehan seksual saat kecil. Sempat terbersit dalam benakku untuk menjadi biarawati gereja Katholik saja dan tidak perlu menikah. Namun setelah aku mengalami pemulihan yang dikerjakan Tuhan, hatiku yang dulu tertutup bagi pria mulai terbuka kembali.

Setelah mengalami pemulihan dan kelepasan itu rasa haus dan lapar akan Tuhan meliputi dalam diriku mendorong aku untuk lebih aktif di persekutuan. Saat itulah Tuhan mulai berbicara mengenai siapa calon pasangan hidupku. Ada perasaan aneh dan tidak percaya. Sampai suatu sore, dalam salah satu ibadah yang diadakan, sang pembicara menyampaikan khotbah dengan topik Kerendahan Hati dan diakhiri dengan pembasuhan kaki. Saat itu si pembicara menyatakan bahwa kami perlu berdoa terlebih dulu dan bertanya pada Tuhan siapa yang harus kami basuh kakinya. Saat kuberdoa ada sebuah instruksi yang sangat jelas bagiku untuk membasuh kaki ketua Persekutuan Doa tetapi tidak dengan handuk dan air di baskom, tetapi dengan tetesan air mata dan rambutku. Ada perasaan takut, bagaimana kata yang lain dan mengapa hanya padanya saja dan tidak yang lain. Namun aku memilih untuk taat saat itu, hatiku dijamah olehNya dan mentaati apa yang Tuhan perintahkan. Dikemudian hari baru kutahu bahwa pada tahun 1993, ketua PD kami saat itu berdoa dan Tuhan menyatakan bahwa Ia akan memberikan pasangan hidup baginya. Dan salah satu tandanya adalah wanita itu akan membasuh kakinya dengan tetesan air mata dan uraian rambut panjang sebagai kain lapnya. Hingga saat aku membasuh kakinya, Tuhan mengingatkan janjiNya itu.

Perjalanan memasuki hubungan penjajakan kami tidaklah mudah, berulang kali aku mau mundur dari hubungan tersebut. Sebab banyak orang mengatakan aku tidak layak membina hubungan dengan ketua PD sebab aku baru bertobat sedang ia sudah lama pelayanan, ada pula yang mengatakan aku memelet ketua PD dan lain-lain. Aku sedih mendengar pernyataan orang-orang tersebut namun ada pula yang menguatkan aku dengan menyatakan bila memang ini kehendak Tuhan, semuanya pasti akan dapat dilalui. Dan yang terpenting calon pasanganku saat itu, tetap percaya bahwa diriku adalah pasangan hidupnya.

Akhirnya ia menjadi pasangan hidupku, namanya Dave Broos. Kami membina hubungan selama setahun dan lalu menikah pada bulan Agustus 1999 di Surabaya. Kami diberkati di GKB Shalloom – Surabaya, oleh Pdt. Yohanes Thomas.

Akhirnya persekutuan doa yang selama ini dirintis suamiku, menjadi sebuah gereja, GKB Cinta Kasih Bangsa (Indonesian Christian Center) dan suamiku menjadi pendeta gembala sidang. Tidak pernah terpikirkan olehku akan menikah dengan seorang gembala sidang dan menjadi ibu gembala namun itulah Tuhan kita yang sering membuat surprise. Setelah menikah aku mengikuti kuliah jarak jauh yang diadakan Seminari Bethel – Jakarta, yaitu Sekolah Theologia Extention (STE) untuk program D-3. Akhirnya aku dapat kuliah meskipun bukan di bidang yang kurindukan namun kumengucapkan syukur atas kesempatan yang terbuka. Melalui sekolah tersebut aku bertumbuh lebih berakar dalam Firman Tuhan di dalam menopang pelayanan suamiku, terutama sebagai pendoa syafaat dan konselor.

Tuhan kembali mengingatkanku akan apa yang telah terjadi dalam hubunganku dengan papa. Setelah aku mengalami pemulihan aku tersadar bahwa sikap papa yang keras dan kaku adalah akibat opa-ku. Beliau adalah seorang anggota polisi yang terhormat di Sulawesi Utara, terkenal sangat disiplin dan keras baik terhadap anak kandungnya maupun anak-anak angkatnya. Papa mungkin seorang pemabuk namun bila kuingat kembali sebenarnya ia penuh perhatian baik padaku maupun adik. Hanya akibat sifat buruknya yang dulu menjadi fokus perhatianku, aku tidak dapat melihat sisi-sisi dirinya yang baik bagi keluarga kami.

Bukan hanya aku saja yang diselamatkan, namun Tuhan mulai menjamah orangtua maupun adikku. Saat adikku “tertinggal” di Sumatera dan hidup dengan Opung, ia terlibat pergaulan yang salah dan menjadi pengedar narkoba. Ia menjadi anggota geng pengedar ganja. Namun setelah melihat perubahan dalam hidupku dan berbincang dengan suamiku yang dulunya juga mantan anak geng di kota Bandung dan pecandu, ia pun mulai berubah. Perubahan yang nampak jelas adalah ia mulai berhenti mabuk-mabukkan dan bergaul dengan teman yang salah. Begitu juga dengan kedua orangtuaku yang berubah, Papa pun akhirnya berhenti mabuk dan memusnahkan semua opo-opo(barang bertuah) yang ia miliki. Semenjak itu hubunganku dengan papa dipulihkan, sungguh bahagianya kini aku memiliki ayah yang baru. Mami yang dulu suka berjudi sebagai pelariannya pun kini bertobat dan berhenti total. Semuanya hanya bisa terjadi oleh karena Kuasa Tuhan yang penuh kemurahan dan limpah kasih.

Hadiah terbesar bagi kami adalah kelahiran putra kami, Philip Broos. Ia adalah anak penghiburan kami di ladang pelayanan. Banyak orang memprediksikan bahwa aku akan sulit hamil karena kondisi kesehatanku namun Tuhan mementahkan semua prediksi orang. Dan hal itu sangat membahagiakan diri keluarga kami. Apa yang manusia katakan mustahil dimentahkan oleh Tuhan kita yang penuh mujizat. Ada banyak hal yang Tuhan lakukan bagi keluarga kami. Saat dokter kami menyatakan bahwa putra kami terbelit tali pusernya hingga aku harus dioperasi cesar padahal sudah bukaan 6. Saat keuangan kami hanya cukup untuk biaya persalinan normal. Rasa takut untuk dioperasi maupun biaya yang harus ditanggung membayangi pikiranku. Siapa yang akan menolong kami, sebab jemaat yang kami gembalakan hanyalah orang kalangan bawah. Hanya pada Tuhan kami bersandar dan percaya. Barangsiapa percaya pada Tuhan tidak akan pernah dipermalukan, itulah janjiNya. Beberapa hari setelah kelahiran putra kami, Tuhan memakai seseorang untuk melunasi semua biaya persalinan dan bukan itu saja, ada uang lebih bagi kebutuhan keluarga kami.

Setelah 7 tahun merintis pelayanan dan menggembalakan sidang, Tuhan mulai mendorong kami untuk menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan pelayanan gereja pada anak-anak rohani yang telah kami muridkan selama ini. Pada tahun 2005, suamiku mengundurkan diri dari pelayanan penggembalaan dan mempersiapkan diri kami sekeluarga untuk memulai pelayanan di kota Bandung.

Saat itu aku tengah mengandung anak kedua kami. Dokter memprediksikan bahwa bayi kami adalah perempuan dan suamiku telah menyiapkan nama Regina bagi putri kami. Putraku, Philip sangat antusias menyambut kelahiran adiknya. Ia telah menyiapkan boks bayi dan boneka-boneka bagi adiknya. Ia sudah membayangkan akan bermain dengan adiknya, di TK ia dengan bangga menceritakan pada teman-temannya bahwa sebentar lagi ia akan punya adik.

Saat kami tengah berjalan-jalan di sebuah mall, tiba-tiba aku merasa waktu persalinan telah tiba. Segera kuberitahu suamiku dan kami bergegas menuju rumah sakit. Setelah tiba di rumah sakit ternyata bayi kami sungsang dan kembali aku harus dioperasi cesar. Namun karena tekanan darahku tinggi maka operasi akan dilakukan keesokan harinya.

Ada perasaan berbeda saat ini, perasaan ini berbeda dari saat menghadapi operasi cesarku yang pertama, ada rasa was-was seperti akan mati. Saat operasi dilangsungkan aku melihat wajah cemas dari para perawat maupun dokter. Ketika putriku lahir, kulihat dokter segera membawa putriku ke ruangan lain. Hatiku cemas, kondisi tubuhku saat itu menurun, semuanya mulai menjadi gelap kudengar salah satu suster berbisik di telingaku, “ Ibu sadar ya, ingat suami dan anaknya di luar.” Tiba-tiba terbayang wajah suami dan putraku yang terlihat sedih. Apakah aku akan mati? Segera aku coba untuk tetap tersadar, aku tidak mau mati meninggalkan keluargaku, mereka masih membutuhkanku.

Setelah kusadar, aku sudah ada di ruang pasien, di sana ada mami yang duduk menungguiku, wajahnya tampak lesu. Lalu aku bertanya,”Kenapa, Mi?” Mami menjawab,”Engga apa-apa.” Aku mulai curiga ada apa ini tapi semuanya coba kutepis. Lalu aku berbicara lagi,”Mi, nanti sepulang dari sini, kita belanja baju bayi di pasar Turi ya?” Mami hanya terdiam dan matanya berkaca-kaca. Saat itulah putraku, Philip masuk kamar. Kupandang Philip dan bertanya,” Phil, kamu senang punya adik sekarang?” Ia menjawab dengan polos dan sedih,” Apa, Ma, adik Philip khan sudah mati.” Kusela jawaban Philip,”Phil, kamu tidak boleh berbicara begitu tentang adikmu.” Kupandang suamiku berdiri di muka pintu dengan pandangan kuyu, ada apa dengan suamiku yang biasanya ceria. Ia memandangku dan lalu memelukku,” Ma, Regina sudah tidak ada dengan kita.” Seketika itu juga aku meledak dalam tangisku, kesedihan memenuhi hatiku. “Mengapa Tuhan?”

Sehari setelah penguburan putri kami, Regina, aku baru tahu bahwa putri kami meninggal akibat praeklamsi. Putri kami hidup sejam sebelum ia pulang ke Rumah Bapa. Ada kesedihan, ada pertanyaan, ada kekosongan namun semua kuserahkan pada Tuhan. Kami mengucap syukur atas satu jam yang Tuhan percayakan bagi kami sebagai orangtua bagi Regina. Di balik segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita, ada hikmahnya dimana kita bisa belajar dariNya.

Di kala awan mendung kesedihan melanda keluarga kami, Tuhan memakai saudara-saudara seiman kami di Gereja Oikos Indonesia jemaat Surabaya yang digembalakan Penatua Johanes Harjanto, sebagai tempat kami dipulihkan Tuhan kembali dan mematangkan rencana kami kembali untuk melayani di kota Bandung.

Pada saat persiapan kami merasa mantap untuk pindah namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kami akan pindah sebab kami sudah tidak memiliki uang tabungan untuk pindah ke kota Bandung. Kepindahan kami pada bulan Juni 2007 sudah mendekat namun uang tidak ada. Hingga kami bertanya-tanya, apakah benar kami mendapat perintah Tuhan atau ini hanya gagasan baik kami saja. Kembali lagi Tuhan melakukan suatu kejutan bagi kami, sebulan sebelum kepindahan kami, salah seorang sahabat suamiku memberikan berkat. Hingga kami dapat pindah ke kota Bandung, mengontrak tempat tinggal dan memasukkan putra kami sekolah di SDK Baptis.

Kini kami sudah berada di kota Bandung dan tengah merintis pelayanan The Eagles Nest Ministries. Kami tidak memiliki aset, atau kehebatan apa pun namun kami memiliki hati untuk melayani Yesus Kristus dan itu sudah cukup bagi kami. Tuhan memberikan hatiNya yang limpah dengan kasih bagi kami dan sebagaimana Ia telah memulihkan kami, kerinduan kami adalah melihat setiap jiwa mengalami pemulihan dan mengerti jati diri mereka dalam Kristus.

Aku tahu di luar sana, ada begitu banyak jiwa yang terluka terutama para wanita yang belum mengalami pemulihan. Doa dan kerinduan hatiku, melihat tiap wanita dalam Kristus mengalami breakthrough dalam hidupnya.

Sebagaimana Tuhan telah memulihkanku, Ia pasti akan memulihkanmu juga sebab di dalam Kerajaan Surga tidak ada “anak emas”. God bless you, all.